Membaca "Kukila" dan Salam Perpisahan


Caraku menyampaikan salam perpisahan pada salah satu buku yang tidak pernah kubaca dan akan berpindah tangan adalah....

...dengan membacanya.


Pagi ini aku membaca cerpen pertama dalam buku Kukila karya Aan Mansyur. Besok buku ini akan dikirimkan kepada seorang teman karena ia ingin membelinya.

Seringkali terjadi: galau ketika ada yang ingin membeli buku yang kujual. Pikirku, kenapa dia mau beli? Pasti orang itu punya pertimbangan bahwa buku ini bagus. Apakah aku tidak rugi karena telah mengeluarkannya dari koleksi? Bukankah harusnya aku simpan saja?

Tapi karena kami sudah sepakat dengan transaksi jual-beli ini, tentu aku harus membuang raguku. Sebelum melepasnya pergi aku memutuskan untuk membacanya terlebih dahulu. Sebagus apa buku ini?

Tulisan ini saja terlintas gara-gara gaya bahasa Aan Mansyur terserap di kepalaku. Indah sekali bahasanya dalam buku itu. 


Cerpen Kukila (Rahasia Pohon Rahasia) bercerita tentang Kukila, seorang ibu yang menulis surat untuk anak-anaknya. Ia sudah bercerai dengan suaminya. Dan di surat itu ia selalu menyebut kebenciannya dengan September dan pohon mangga. Dua hal itu berkaitan dengan perpisahan Kukila dengan suaminya.

Membaca surat Kukila kepada tiga anaknya sekaligus membaca perasaan Kukila yang kesepian. Surat itu membuka kembali ingatan Kukila tentang apa yang terjadi saat suaminya pergi dan perasaan yang muncul setelahnya. Bahasa Aan Mansyur yang hampir setiap kalimatnya penuh majas membuatku bisa membayangkan begitu sepinya Kukila ditinggal suami dan "dimusuhi" anak-anaknya.

Ternyata cerita ini amat panjang; ada 62 halaman. Jadi, tidak bisa kusebut ini cerpen seperti di awal. Aku menyadarinya saat sudah sampai membaca 19 halaman. Saking asyiknya membaca sampai tidak tahu ternyata sudah melewati halaman sebanyak itu dalam waktu yang sebentar.

Ternyata cerita ini bukan hanya berisi surat Kukila kepada anaknya. Ada juga secuplik dikisahkan kejadian masa lalu antara Kukila dengan kawan lama. Namun, tetap aja surat demi surat menjadi pembawa inti cerita. Aku cukup terkejut saat mengetahui alasan Rusdi, suami Kukila, menceraikan istrinya. Dan, ternyata alasannya tidak sesederhana kelihatannya. Ada banyak lubang yang pelan-pelan menganga tentang Kukila, Rusdi, kawan lama Kukila, dan juga anak-anak Kukila. Semuanya rahasia mereka terbaca dalam surat.

Pernahkah kamu saat membaca cerita, tidak ingin ceritanya cepat usai, tetapi kamu juga ingin membaca kalimat demi kalimat dengan sigap karena penasaran dengan kelanjutannya? Demikian aku membaca Kukila. Setiap kalimatnya seperti mengantung misteri yang akhirnya terpecahkan satu per satu.

Menjelang akhir cerita aku kelelahan. Cerita Kukila berisi sangat sedikit dialog. Lebih banyak narasi panjang karena setiap tokoh menulis surat untuk tokoh lainnya. Namun, aku menikmati surat-surat itu sebab bahasa kiasan yang tidak berlebihan. Aku potret tiga kutipan yang aku suka.

Kukila, hlm. 12

Kukila, hlm. 13

Kukila, hlm. 10


Setelah menyadari bahwa buku ini memang layak jadi koleksi, aku memang berat melepaskan. Namun, setidaknya aku senang, buku ini akan berpindah ke tangan orang yang juga menyukainya. Dan aku lega karena sudah membaca beberapa ceritanya (ya, akhirnya aku tergoda untuk membaca cerita lainnya) sebelum besok harus mengirim buku ini via Pos Indonesia.


Baik-baik di sana, Kukila. Senang pernah membelimu. Maaf baru baca sekarang. :)


-------

Omong-omong, ternyata sambil menemani anakku tidur, aku bisa membaca buku, bukan main HP 🙃



Komentar