RESENSI BUKU "LIFE TRAVELER"


RUMAH YANG SESUNGGUHNYA





Judul               :    Life Traveler
Pengarang       :    Windy Ariestanty
Penerbit           :   Gagas Media
Tahun terbit    :    2011
Tebal buku      :    x + 382 hlm

Banyak hal baru yang ditemukan selama melakukan perjalanan. Kebudayaan asing, kuliner, gaya hidup, aturan-aturan baru, dan lain-lain. Namun selain pengalaman baru dan kesenangan, pelajaran-pelajaran hidup dapat juga diperoleh seperti disuguhkan Windy Ariestanty dalam bukunya, “Life Traveler” ini. Dalam kegiatan berkemas misalnya, kita harus mampu memilih mana yang penting, mana yang kurang penting. Jangan memberatkan pundak dengan barang-barang yang kurang penitng di tas ransel. Begitu juga dalam kehidupan sehari-hari. “Saya tak ingin memberatkan hidup saya dengan urusan yang kurang penting. Hidup ini terlalu pendek dan ia bergerak tanpa menunggu saya.” Begitu Windy menganalogikan salah satu kegiatan sebelum melakukan perjalanan dengan kehidupan sehari-harinya. Selain itu juga terdapat paparan Windy tentang rumah. Kita bisa menemukan rumah jauh dari rumah yang sebenarnya karena rumah adalah tempat di mana kita dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangi kita.
Windy juga berbagi pengalaman unik yang ia alami selama melakukan perjalanan. Di Vietnam terdapat aturan unik yang membuat penulis agak geram, yaitu aturan berkendara dengan kecepatan 40 km/jam dan itu artinya tidak ada kendaraan yang mengebut. Hal itu membuat penulis dan teman-temannya terlambat menonton pertunjukkan Water Puppet di Thang Long Theatre. Namun ternyata ada alasan menarik mengapa pemerintah Vietnam menetapkan aturan itu. Ini bertujuan untuk mengembangkan sektor pariwisata. Wisatawan bisa menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan selama waktu yang merangkak pelan itu. Kemudian ada juga kisah Miss Hang, sang resepsionis hotel yang ramah, berkenalan dengan wisatawan asing yang tidak bisa berbahasa Inggris, tentang sopir bernama Mirek yang bersedia mengantarkan Windy ke beberapa negara di Eropa, dan kisah tentang bahasa Inggris yang menyelamatkan Windy dari antrian panjang di gerai LV yang ada di Lafayette, Paris. Selain pengalaman dan pelajaran hidup, Windy juga memberikan tips-tips seputar perjalanannya ke Vietnam, Kamboja, Thailand, dan beberapa negara di Eropa.
Keserasian Windy dalam menghubungkan kegiatan perjalanannya dengan kehidupan serta menggunakan bahasa yang ringan dan mengalir membuat pembaca menikmati semua perjalanan penulis tanpa merasa bosan. Buku ini tentu berbeda dengan buku-buku lain yang bertemakan perjalanan  yang hanya menyajikan tempat-tempat wisata di negara yang dikunjungi. Buku “Life Traveler” cocok dibaca oleh siapa saja yang takjub dengan pelajaran kehidupan. Buku ini memberitahu pembaca bahwa kita hanya perlu menjauh sesaat untuk bisa kembali pulang karena tujuan akhir dari sebuah perjalanan adalah pulang. Tak hanya itu, kita juga tidak perlu khawatir jauh dari rumah karena sesungguhnya kita bisa menemukan rumah dalam perjalanan menuju hal-hal baru.

Dewi Syafrina
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Negeri Padang




(Singgalang 22 Januari 2012)

Komentar

Posting Komentar