SEBUAH CATATAN PERJALANAN:
PENELITIAN FOLKLOR KE SANGIR, SOLOK SELATAN
(BAGIAN II)
30 MARET
2012
Pukul 05.30 WIB
Ayam berkokok menandakan malam
berganti pagi. Udara dingin seperti berada di Bukittinggi. Brr. . Siap-siap
untuk penelitian hari ini. ^_^
Pukul 08.00 WIB
Kami siap untuk pergi penelitian. Tiga buah motor sudah dipersiapkan di
depan rumah. Sebelum pergi kami berpamitan dengan Amak dan Ayah, memohon doa
agar penelitian kami lancar.
Petualangan pun dimulai. Kami beriring-iringan menelusuri
jalan, tetapi oops…. Berhenti dulu! Isi bensin.. :D
Setelah mengisi bensin, kami menuju rumah seorang informan.
Kami memasuki daerah Padang Batu Balah. Di sana (rencananya) kami akan
menanyakan tentang asal-usul nagari Sirumbuak.
Kami melewati sebuah jembatan. Jembatan Gantiang, namanya. Di
bawahnya mengalir sungai yang begitu deras. Mengerikan!
Sesampainya di tempat informan, kami mendengarkan petatah-petitih
beliau. Ternyata kami disarankan agar menanyakan tentang nagari Sirumbuak itu
kepada Datuak Mangkuto Marajo. Bahkan sebelum menuju ke rumah yang dituju, kami
disarankan (lagi) untuk menyusuri nagari Sirumbuak.
“Bia tau lo kalian ma yang nagari Sirumbuak tu, dima se
bateh-batehnyo.” Begitu kata beliau. Sehingga kami pun dituntun oleh pak
Rajudin untuk menyusuri sungai-sungai yang ada di Sirumbuak.
Kami pun memasuki daerah yang di kiri kananya hutan. Jalanan kecil
dan berbatu-batu. Tiba-tiba motor pak Rajudin berhenti. Ternyata kami sudah
sampai di sungai pertama yaitu sungai Jambu yang menjadi perbatasan antara
Padang Batu Balah dengan Sirumbuak.
![]() |
Sungai Jambu |
Setelah melihat sungai Jambu, perjalanan dilanjutkan menuju
sungai Batamu Adat. Di sungai ini kami hanya mengambil video sehingga tidak ada
gambar.
Sungai ketiga yang kami kenali adalah sungai Ruman. Sayang
sekali kami tidak mengambil gambar sungainya.
Menurut data dari informan, nagari Sirumbuak sekarang
dikelilingi oleh kebun karet, sawit, serta persawahan.
Perjalanan kami lanjutkan menuju sungai keempat, yaitu sungai
Anggilangan. Namun motor yang kami kendarai harus berhenti sebelum penurunan
karena jalanan yang terjal tidak memungkinkan kami selamat untuk turun.
Sungai Anggilangan |
Sebenarnya masih ada sungai yang akan kami telusuri, tetapi
mengingat jalan yang tidak mungkin ditempuh (sungainya belum diberi jembatan
dan jalan yang berbatu) membuat kami berhenti sampai di sini. Pak Rajudin juga
menyampaikan sebuah harapannya (sudah diedit bahasanya).
Kepada kami, para mahasiswa.
Semoga esok kalian menjadi orang-orang yang sukses. Kalian
sudah melihat bagaimana keadaan nagari Sirumbuak ini. Sebagian besar orang di
sini bermatapencaharian petani karet. Namun jalan menuju ke sana sangat sulit. Mobil
tidak dapat masuk. Bahkan motor saja sangat berbahaya jika melewati jalan yang
menurun di atas tadi.
Jadi jika kalian nanti sudah sukses, perhatikanlah nagari
yang kalian pijak ini. Perbaiki jalannya sehingga warga kami mudah mencapai
kebun-kebun karet.
Kami pun mengiyakan serta mengamini. Kami baru saja
mendengarkan harapan seorang warga kepada kami, para mahasiswa. Terharu. Hiks! :(
Setelah itu, kami menuju rumah informan. Kami kembali melewati
jalan berbatu dan licin. Jika tidak hati-hati bisa tergelincir, seperti yang
terjadi pada Bang Doni, Amel, dan Melsi yang nyaris terjatuh dari motor. Ah,
sayang sekali kami tidak sempat mengambil gambarnya karena kejadiannya begitu
mendadak. (*nggak bilang-bilang sih… :p)
Sepanjang perjalanan kami menjadi pusat perhatian. Mungkin
karena kami memakai almamater yang seragam. Jadi tidak enak rasanya jika tidak
menyapa orang-orang yang melihat ke arah kami. Bunyi klakson terdengar
iring-beriring. Saking ramahnya, sapi pun ikut disapa. Haha! ^_^ (*karajo si
Rolli ko)
![]() |
Tiin tiiiinn !!!! |
Pukul 10.10 WIB
Alhamdulillah.
Setelah menelusuri nagari Sirumbuak dan mengenali sungai-sungainya
yang (kata informan) memiliki sejarah yang penuh misteri, akhirnya kami dibawa
ke rumah Datuak Mangkuto Marajo. Di sanalah kami mendapatkan cerita tentang
asal-usul nagari Sirumbuak.
Selama satu jam di sana. Kami pun puas setelah mendapatkan
informasi yang kami cari. Melihat jam sudah pukul 11.00 dan Bang Doni dan Rolli
harus pergi menunaikan shalat Jumat, kami pun memutuskan untuk pulang.
Penelitian akan kami lanjutkan setelah shalat Jumat.
Pukul 13.30
Siang ini kami akan melanjutkan penelitian. Setelah Bang Doni
dan Rolli pulang dari masjid, aku pun langsung bersiap-siap untuk berangkat. Ah,
tapi Bang Doni dan Rolli lama sekali beres-beresnya. Lebih baik duduk-duduk di
luar, mumpun di luar ramai, ada anak-anak.
Pukul 14.00
Kami melanjutkan perjalanan menuju nagari Bidar Alam. Di
perjalanan hujan turun. Ah, bagaimana ini? Motor pun diparkirkan di teman TPA.
Setelah itu kami menuju rumah seorang informan yang tidak jauh dari tempat
parkir.
Di sana kami akan meneliti tentang Legenda Lubuak Sumbang
Salah. Konon katanya, siapa yang mandi di lubuak tersebut akan ditemukan tewas
karena ditarik oleh penunggu lubuak itu. (>.< mengerikan!!)
Benarkah? Mari kita tanya kepada informan kami, pak Badir.
Setelah mendapatkan informasi yang kami cari, kami
bercakap-cakap dahulu dengan pak Badir sambil menunggu hujan reda. Beliau
menceritakan tentang anak-anaknya. Beliau juga mengatakan dulu juga pernah ada
mahasiswa-mahasiswa yang pergi penelitian seperti kami. Mereka menginap di
rumah beliau.
Hujan mulai teduh. Kami memutuskan untuk pamit untuk
melanjutkan perjalanan. Kami menuju ke nagari Lubuak Batuang dan meneliti
asal-usulnya. Di perjalanan hujan turun lebat sekali. Kami tak berniat untuk
berhenti walau sebentar. Hujan kami tembus. Waktu kami kejar. Sore menjelang
sehingga tak ada waktu untuk berleha-leha.
Menjelang pulang, kami makan sate. Kemudian shalat Ashar.
Pukul 17.30
Kami tiba di rumah. Almamater basah. Digantung dulu ^_^
Setelah shalat Maghrib, kami makan malam. Rencananya selesai
makan malam kami semua akan menuju ke rumah informan selanjutnya. Kami sudah
membuat janji dengan beliau malam ini. Jika siang hari beliau bekerja dan tentu
tidak ada di rumah.
Namun setelah makan malam, Rolli jatuh sakit. Kami bingung.
Bagaimana dengan penelitian malam ini? Akhirnya kami putuskan malam ini hanya
tiga orang saja yang pergi mengingat hari sudah malam. Aku, Bang Doni, dan
Melsi berangkat menembus dinginnya malam.
Pukul 20.00
Kami sampai di rumah pak Parin. Beruntung, rumahnya tidak
jauh dari rumah kami. Di sana kami mendapatkan banyak informasi. Tentang
Legenda Batu Buambai (tujuan utama kami), Legenda Sumbang Salah, nagari
Sirumbuak, dan nagari Lubuak Batuang.
Pukul 21.00 penelitian kami malam itu berakhir. Kami
kembali ke rumah.
MALAM TERAKHIR DI SANGIR, SOLOK SELATAN
Di bawah susunan atap ini
Rintik hujan terdengar menemani malam
Bunyi jangkrik menghiasi
Lampu redup
Namun mata tak terlelap
Terbayang ini malam terakhir
Esok 'kan meninggalkan nagari Sangir
Meninggalkan hamparan sawah di belakang
rumah
Meninggalkan penduduk yang ramah-tamah
Meninggalkan sungai tempat mencuci piring
Meninggalkan perjalanan yang beriring
Meninggalkan jalanan terjal penuh tantangan
Meninggalkan para informan
Meninggalkan kenangan
Menembus hujan
Mengejar waktu
Melawan dingin
Dan sampai akhirnya
kami harus pergi
Tetapi ingin kembali
Ke nagari Sangir
Solok Selatan
Sangir, Solok Selatan
30 Maret 2012
[22.00]
31 MARET 2012
Pukul 07.15 WIB
Kami sedang menunggu Puput dan Tiwi membeli gorengan. Awalnya
kami tidak yakin mereka hafal tempat membeli gorengan itu. Firasatku mengatakan
mereka akan nyasar. Ternyata benar! Setelah setengah jam menunggu mereka tidak
balik-balik. Bahkan kata ayah Melsi beliau tidak melihat mereka di tempat
gorengan. O-Ow!!
Aku pun menelepon Tiwi.
Dewi: “Halo, Wi, di mana?”
Tiwi: “Haha… kami nyasar kayaknya.”
Dewi: “Haha… tuh kan!”
Tiwi: “Tiwi kira tempat gorengannya udah pindah. Kami jalan
terus, eh sekarang malah nyampe di luar.”
Kemudian telpon kuberikan pada Melsi. Biar dia saja yang
menjelaskan jalan yang benar. Toh, aku tidak mengerti.
Setelah berhasil membeli gorengan, mereka pun bersyukur sambil
berfoto membawa gorengan.. (haha!)
Pukul 13.00
Kami sudah bersiap-siap untuk pulang. Berita yang mengabarkan
bahwa besok (Minggu, 1 April 2012) jalan Padang-Solok akan ditutup membuat kami memang harus
meninggalkan Sangir hari ini. Sedih rasanya harus berpisah dengan penduduknya yang
ramah. Berpisah dengan Amak dan Ayah Melsi, keluarga kami yang baru.
Travel (yang kemarin) sudah menjemput. Kepergian kami turut dilepas
oleh tetangga-tetangga Melsi. Ada rasa haru saat kami mulai menjauhi rumah
kedua kami itu. Begitu banyak pelajaran yang dapat kami renungkan dari rumah ini.
Semoga suatu hari nanti kami bisa kembali. >.<
Sangir, Solok Selatan
29 Maret—31 Maret 2012
keren wiii...
BalasHapus(Y)
makasih tyo.... :D
BalasHapushaha.. kreatif wi... tampaknya harus belajar banyak dari dewi...
BalasHapushaha...kita-kita sama belajar :D
BalasHapus