SEBUAH CATATAN PERJALANAN: PENELITIAN FOLKLOR KE SANGIR, SOLOK SELATAN


SEBUAH CATATAN PERJALANAN:

PENELITIAN FOLKLOR KE SANGIR, SOLOK SELATAN



APA ITU FOLKLOR?
Folklor berasal dari bahasa Inggris (folklore). Kata itu merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore.
Folk berarti kolektif atau sekelompok orang yang memiliki cirri-ciri pengenak fisik, social, da kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya.
Lore berarti sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.
Definisi folklor secara keseluruhan adalah folklor merupakan sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

Jadi, sudah tahu apa itu folklor? Nah, di kelas mata kuliah Folklor/Sastra Nusantara bersama bapak Mohd. Hafrison, S.Pd., kami ditugaskan terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian folklor dalam bentuk asal-usul nama daerah dan legenda.

21 MARET 2012
Hari ini merupakan penentuan tempat tujuan penelitian tiap kelompok. Dosen kami, bapak Mohd. Hafrison, S.Pd., meneliti satu-satu judul yang telah kami ajukan. Aku harap-harap cemas. Firasatku mengatakan kami akan diputuskan untuk berangkat ke Solok Selatan karena judul legenda dari Solok Selatanlah yang banyak diajukan oleh kelompokku, kelompok II.
Jantungku tak henti-hentinya berdetak cepat karena cemas menunggu keputusan. Ke mana kami akan melakukan penelitian? Ke Solok Selatan? Ke Bukittinggi? Ke Batusangkar? Atau tetap meneliti di Padang?
Bapak Hafrison memperhatikan judul-judul yang kelompok kami ajukan. Keningnya berkerut memikirkan mana saja judul yang belum pernah dibahas.
“Kelompok dua…” beliau berhenti sejenak. “Kalian penelitian ke Sangir, Solok Selatan dan yang kalian teliti adalah asal usul nagari Batu Gajah dan Pulau Karam. Hm, kemudian legenda Batu Kapa Karam dan Si Hitam Lidah.”
Aku bersorak dalam hati. Akhirnya pergi ke luar daerah juga! Bisa sekalian jalan-jalan! ^_^
Ah, sebelumnya aku perkenalkan dulu anggota kelompok II yang akan menyusuri daerah-daerah di sekitar Sangir, melewati jalanan terjal, menembus hujan, dan mengejar waktu.

1.       Dewi Syafrina
Dewi, berasal dari Bukittinggi



2.      Melsi Olvia Sari
Melsi, berasal dari Solok Selatan.



Ini dia “Si Pelaku” yang mengajukan banyak judul legenda dari Solok Selatan. Di rumah Melsi pulalah kami akan menginap selama 3 hari 2 malam.

3.      Amelia
Amel, berasal dari Batusangkar



4.      Putri Oviolanda Irianto
Puput, asal dari Padang.



5.      Mardoni Eka Putra
(Bang) Doni, berasal dari Pariaman.





6.     Rolli Gautama
Rolli, berasal dari Payakumbuh




Oh iya, selain kami berenam ada satu orang lagi yang begitu antusias untuk ikut dengan kami ke Sangir. Dia adalah Easy Harmitatiwi, berasal dari Padang.



Maka, bersama mereka berenamlah terciptanya moment-moment tak terlupakan selama melakukan penelitian di Sangir, Solok Selatan.

28 MARET 2012
Sehari sebelum keberangkatan yang direncanakan…..
Ada masalah!
Melsi mengatakan akan ada kendala saat penelitian. Empat judul yang akan kami teliti ternyata daerahnya jauh dari tempat kami menginap. Kami berniat mengganti judul. Kembali kami harap-harap cemas menelpon bapak Hafrison meminta izin untuk mengganti judul.
Alhamdulillah, ternyata diizinkan. Maka kami pun memutuskan untuk meneliti asal usul nagari Sirumbuak dan Lubuak Batuang serta Legenda Lubuak Sumbang Salah dan Legenda Batu Buambai.

29 Maret 2012
Pukul 07.00 WIB
kami berangkat dengan mobil travel. Ah, terlalu bagus disebut mobil travel ^_^ (Haha!)



Pukul 08.15 WIB
Kami melewati Sitinjau. Sebuah awal perjalanan yang menyenangkan. Tak sabar ingin sampai di Sangir. Membayangkan akan ada kejutan-kejutan di sana.

Sinar mentari
mengintip di celah daun

Silaunya membelai lembut

Menikmati perjalanan melalui Sitinjau

Jalan berkelok menyusuri kanan kiri hutan

Tak sabar ingin segera melakukan penelitian

Di Solok Selatan dan kan kurekam

setiap detik perjalanan dalam
memori dan pandangan

Tak lama, kami disambut:

SELAMAT DATANG

DI KABUPATEN SOLOK

Pukul 09.00 WIB
Kami memasuki daerah Alahan Panjang. Tak lengkap rasanya jika kami tidak berhenti di kebun teh dan berfoto di sana. Maka, saat sopir kami, Bang Angga, menanyakan, “Kalian mau berfoto di kebun teh?”
Kami menjawab dengan antusias, “Iya, Baaaaang!!”
Sejuk terasa saat turun dari mobil dan melihat hamparan kebun teh. Tak membuang-buang waktu lagi. Kami langsung menyusuri  kebun teh dan jadikan latar memori 'tuk mengingat kebersamaan.





Di sini kami juga bertemu dengan rombongan kelompok I yang juga akan mengadakan penelitian di Solok Selatan tetapi dengan tempat yang berbeda yaitu Muaro Labuah.


Pukul 11.30 WIB
Kami berhenti untuk makan siang di Sungai Kalu. Letihnya dalam perjalanan membuat kami tak sanggup menyemangati diri untuk makan walau perut sudah kelaparan.



Pukul 14.00 WIB
Kami sampai di rumah Melsi Olvia Sari, Koto Gadang, Lubuak Malako. Badan letih membawa tas ransel yang berat. Langsung terkapar di lantai setelah meletakkan bawaan masing-masing. Satu per satu dari kami shalat Zuhur. Setengah jam setelah itu Melsi dan ayahnya pergi ke tempat informan untuk memastikan kelancaran penelitian besok.
Jadilah kami bertujuh menjadi penjaga rumah siang itu.
Apa yang terjadi setelah ini?
Apa yang terjadi selama kami ditinggal oleh Si Tuan Rumah?

Keramahan Warga dan Kelapa Muda

Panorama bagai lukisan
Sudah lama tak kulihat hijau
Seperti hari ini kulihat
Hamparan sawah
Subhanallah ^_^

Setelah melepas letih, tidur-tiduran, membereskan bawaan masing-masing, kami duduk-duduk di luar rumah. Menikmati pemandangan ala pedesaan. Hamparan sawah menyejukkan pandangan. Aku, Amel, dan Puput duduk di bangku bambu. Di sebelah kiri kulihat ada seseorang yang sedang memanjat pohon kelapa dan ada seorang ibu yang menungguinya di bawah. Di sisi kanan terdengar teriakan anak-anak yang sedang mandi.
Pada saat kami menikmati pemandangan siang itu, seseorang memanggil kami.
Diak….(Dek...) Kami menoleh ke sumber suara. Ternyata panggilan itu berasal dari seorang ibu yang berdiri di dekat pohon kelapa tadi. Dari kejauhan beliau menyodorkan dua buah kelapa muda kepada kami. Kami saling pandang. Bingung.
Ambiaklah….(Ambillah...)” Kata beliau lagi.
Mel, Mel, ambiak, Mel….(Mel, Mel, ambil, Mel) ” Kata Bang Doni.
Amel pun beranjak meninggalkan bangku bambunya.



“Terima kasih, Buk.” Ucapnya.
Kami yang melihat serah terima itu pun ikut mengangguk sopan saat beliau melihat ke arah kami. Maksud hati ingin mengucapkan terima kasih pula.
Alhamdulillah, di bawah teriknya mentari kami mendapatkan rezeki dua buah air kelapa muda yang segar. Kami pun segera menuangkannya dalam gelas dan meminumnya secara bergantian.


Sementara itu, tepat di depan rumah ada yang sedang berbahagia karena mendapatkan teman baru. Mereka asyik bergurau bersama. Dua makhluk yang saling berbagi roti. Ini dia kronologinya…. (Haha!)


Nyet: Bang minta rotinyo, Bang....

Bang Doni: Santa yo, Nyet. Bia Bang ambiak an....

Nyet: Ee... capeklah Bang! Lamo na mah!
Bang Doni: E-eh! Saba lah lu...

Bang Doni: Nah, ko rotinyo ha... Apo kecek an?
Nyet: Makasih, Bang.....


Skandal Sumur: Puput [16.30]
Petang menjelang. Aku masih ingat kejadian sore itu. Kami sedang menikmati semilir angin. Duduk di bangku bambu menatap hamparan sawah hijau. Tak kalah seru, kami menikmati air kelapa muda yang kami terima dari salah satu penduduk di depan rumah.
Namun kenyamanan sore itu terpecah saat Puput keluar rumah dengan panik dan berkata, "Ember buat ngambil air di sumur masuk ke dalam sumur sama tali-talinya juga!"
"Waduh!" Kami ikutan panik.
Ide kami muncul saat melihat galah panjang di depan rumah.
Ndak ka bisa gai do. Galahnyo panjang bana. Ma bisa masuak ka kamar mandinyo,(Tidak akan bisa. Galahnya terlalu panjang. Tidak bisa masuk ke kamar mandi) kata Bang Doni saat Puput meminta bantuannya mengambil ember di sumur dengan menggunakan galah.
Tunggu se lah ayah Melsi pulang…. (Tunggu saja sampai ayahnya Melsi pulang) ” katanya lagi.
Puput menggeleng cemas. Hari pertama sudah membuat ulah di rumah orang. Tidak mungkin berdiam diri menunggu ayah Melsi pulang. Sementara itu aku dan Puput belum shalat Ashar sehingga membutuhkan air di sumur untuk berwudhu.
Maka aku, Puput, dan Rolli berusaha memecahkan masalah ini walau tanpa bantuan Bang Doni.. :p
Rolli memasukkan galah panjang melalui jendela dapur yang langsung tembus ke kamar mandi. Sementara itu aku dan Puput menyambutnya dari dalam (kamar mandi). Masalahnya sekarang galah itu tidak bisa masuk ke dalam sumur untuk mengambil ember. Huah. Ternyata benar tidak bisa.
Kami tidak kehilangan akal. Setelah mengembalikan galah ke tempat semula. Kami mengambil kayu dan ranting di samping rumah. Dengan membaca bismillah kami bertiga berusaha menjangkau tali ember dengan kayu dan ranting yang panjangnya tidak memadai itu. Puput menyinari sumur dengan senter. Namun si ember tidak terjangkau juga.
Tiba-tiba Bang Doni yang sedari tadi tidak mau membantu nongol di pintu kamar mandi.
Alah tu mah. Tunggu se lah ayah Melsi pulang. Hari lah sanjo. Tasapo kalian batigo di sumua beko… (Sudah. Tunggu saja ayah Melsi pulang. Hari sudah senja. Nanti kalian 'kemasukan')” katanya dengan tampang prihatin.
Setelah mendengar kata-kata itu kami kembali berusaha meraih si ember. (Haha! Kami sama sekali tidak mempedulikan nasihat mistis Bang Doni). Namun hasilnya tetap nihil. Kami menyerah.
Puput dan aku akhirnya memutuskan untuk numpang berwudhu di rumah warga di depan rumah Melsi. Setidaknya kami shalat ashar dengan tenang dan tinggal menunggu kedatangan ayah Melsi.
Pemikiran kami: aku dan Puput yakin kejadian ini (ember jatuh ke sumur) tidak hanya terjadi sekali ini saja. Pasti sudah pernah terjadi sebelumnya dan tentu ayah Melsi yang lebih tahu bagaimana cara mengatasinya. *maubek hati*
Setelah ayah Melsi pulang, Puput melaporkan kenakalannya. Setelah kami lihat ternyata beliau juga mengambil ember dengan galah panjang itu tetapi masuk dari pintu samping bukan jendela! (haha!)
Itulah sore hari yang tak terlupakan sekaligus lucu yang mewarnai hari pertama kami di Sangir.

Bersambung....

Komentar

  1. bagus-bagus, semoga sambungannya lebih bagus lagi

    :D

    BalasHapus
  2. sukasuka :)
    tapi.. nia kok ga ada yaa :D

    BalasHapus
  3. haha... makasih Do... tu dah ada sambungannya.. :D

    BalasHapus
  4. Ooo... nia mau ikut ke Solsel juga? yuk.. :D

    BalasHapus
  5. ini kampung saya Bidar Alam. bapak di foto itu Bapak Badir namanya kan..????

    BalasHapus

Posting Komentar