SETELAH (HAMPIR) SATU TAHUN BERSAMA: PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA



SETELAH (HAMPIR) SATU TAHUN BERSAMA: 

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA




FAKULTAS BAHASA DAN SENI



Rasanya baru kemarin aku merasakan euforia kelulusan di SMA Negeri 2 Bukittinggi. Rasanya baru kemarin aku kebingungan akan memilih jurusan apa di Universitas Negeri Padang. Rasanya baru kemarin aku merasakan kesedihan saat banyak sahabatku yang tidak lulus. Dan rasanya juga baru kemarin aku mendengar kalimat-kalimat kekecewaan dari beberapa orang karena aku lulus di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ya, rasanya baru kemarin. Namun sebenarnya tidak. Semua itu telah terjadi hampir satu tahun yang lalu.
Waktu memang tak terasa telah bergulir, tetapi ingatanku masih bertinggal di sana. Saat aku memasuki gerbang sekolah untuk mengabari kepada guru-guruku bahwa aku lulus di Universitas Negeri Padang. Setelah itu, tak ada euforia lagi. Semuanya lenyap saat melihat raut-raut kekecewaan silih berganti datang ke hadapanku.
Ada apa? Adakah yang menyalahkan keputusan yang telah Tuhan diberikan padaku yang sesungguhnya aku benar-benar  mensyukurinya?
Ada apa? Adakah yang salah?
Aku tak ingin berprasangka. Namun kenyataannya ada yang kecewa, kaget, dan tak menduga bahwa saat perdaftaran aku memilih jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah pada pilihan pertama. Ya, ada yang mengira aku memilih jurusan itu karena terpaksa. Ada yang menyangka aku sekedar mengikuti jejak mama. Bahkan ada yang tak pernah menyangka sedikitpun.
Guru mata pelajaran Biologiku mengharapkan aku menjadi guru Biologi. Guru les bahasa Inggrisku menyarankan aku untuk menjadi guru bahasa Inggris (cita-citaku dulu). Guru Matematikaku menanyakan mengapa aku tidak mengambil jurusan matematika. Ya, aku mengerti mereka menginginkan aku menjadi pengganti mereka kelak. Namun (ternyata) jalanku bukan di sana. Bahkan aku berada pada jalan yang tak terduga dan guru bahasa Indonesiaku juga turut kaget saat mengetahui aku menuruti jejaknya.
“Bahasa Indonesia? Wah, bagus itu. Cocok! Sangat cocok untuk Dewi Syafrina! Jika ibu sudah pensiun, gantikan ibu di sini ya!”
Alhamdulillah. Itulah kalimat yang kutunggu-tunggu dalam beberapa hari itu. Aku menanti kata-kata penyemangat, dukungan, dan senyum kepuasan atas hasil yang aku dapat. Tak perlulah kuhiraukan SERIBU kekecewaan di sekitarku jika ada SATU kebahagiaan yang turut menyambut kebahagiaanku.
Namun ternyata seribu kekecewaan yang kuterima itu tidak bisa benar-benar kuhiraukan. Selalu timbul dalam benakku sebuah pertanyaan, “Ada apa sebenarnya dengan jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia?”
Apa bahasa Indonesia terlalu MUDAH sehingga aku yang biasa dengan rumus-rumus tidak akan tertantang?
Aku menjawab: TIDAK!
Tak peduli riwayatku dulu IPA atau IPS, yang jelas Bahasa dan Sastra Indonesia tidak semudah yang orang-orang bayangkan. Bahasa dan Sastra Indonesia tidak hanya sekedar masalah TITIK KOMA. Bahasa dan Sastra Indonesia tidak hanya perihal TULIS-BACA. Mempelajari Bahasa dan Sastra Indonesia butuh keterampilan khusus, begitu juga dengan jurusan lain. Tidak ada yang mudah di dunia ini sehingga tidak ada yang bisa DIREMEHKAN.
Lalu mengapa?
Mengapa saat mendengar Bahasa dan Sastra Indonesia mereka hanya mengangguk-angguk iba. Bahkan ada yang mengasihaniku sambil berkata, “Tidak apa-apa. Nanti saat tahun kedua kan bisa pindah jurusan.”
Geram! Sungguh.
Ingin aku berteriak, “INI PILIHAN HATIKU! BUKAN KARENA TERPAKSA! JADI JANGAN TATAP AKU DENGAN RAUT YANG PENUH BELAS KASIHAN ITU! JANGAN BERUCAP SATU PATAH KATAPUN!”
Namun aku tak bisa melakukannya. Aku mencoba bersabar walau amarahku sudah memuncak.
Lalu mengapa?
Mengapa saat mendengar jawaban ‘Teknik Industri’, ‘Teknik Kimia’, ‘Fisika’, ‘Matematika’, dan lain-lain mereka terpana dan berseru, “Waaahh!! Hebat!”
Namun saat mendengar Bahasa dan Sastra Indonesia aku hanya mendengar, “Ooo… bagus tuh!” atau “Oo…ya,ya, nggak apa-apa tu. Jalani saja,” atau bahkan tidak ada yang berkomentar apa-apa karena memang mungkin tidak ada yang akan dikagumkan.
Atau karena dunia ini sudah dipenuhi dengan sains sehingga tak perlu lagi sastra? Tak perlu lagi bahasa? Padahal semua yang ada di dunia ini membutuhkan bahasa. Sesuatu yang tak dapat diucapkan juga membutuhkan bahasa: bahasa isyarat.
Bahkan aku mendapat cerita dari temanku yang juga jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (A) yang berbagi cerita dengan temannya yang tidak satu jurusan dengannya (B).
A: IP kamu berapa?
B: 3,5 (anggap saja segitu karena aku sendiri lupa.) Kamu?
A: 3,8 (anggap saja iya)
B: Wah, tentu saja tinggi! Mencari nilai di Bahasa Indonesia kan begitu gampang….
Aku tak tahu, maksud si B hanya berkelakar atau serius. Tetapi aku tetap saja geram mendengarnya.
Jadi mengapa?
Aku butuh jawabannya! Mengapa tak sedikit kudengar orang-orang meremehkan jurusan yang sedang kugeluti ini?
Jangan, jangan sangka aku menulis tulisan ini karena aku mulai meragukan jurusanku sendiri. Tidak! Sampai detik ini pun aku tak pernah goyah dengan kicauan manis di luar sana. Aku hanya ingin membuktikan bahwa jalanku memang di sini. Bahwa dengan Bahasa dan Sastra Indonesia banyak bisa kulakukan.
Tak perlulah aku berkhutbah tentang keputusan Allah terhadap hambanya. Semua orang juga sudah tahu bahwa apa yang telah terjadi adanya keputusan dari Sang Pencipta. Aku percaya, ini merupakan jalan terbaik. Tuhan Mahatahu. Itu terbukti saat impianku menjadi guru dan penulis diberikan jalan oleh-Nya dengan kelulusanku di program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang.
Mungkin ada teman-temanku yang meragukan keberadaannya di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah karena merasa terdampar di pulau yang salah. Tentu, aku tidak bisa melarang mereka untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Apalagi jadwal SNMPTN tahun 2012 sudah semakin dekat. Namun kini aku hanya bisa berharap semoga sahabat-sahabatku itu mendapatkan apa yang terbaik untuk mereka. Dan dari lubuk hatiku yang paling dalam, sesungguhnya aku tak ingin seorang pun pergi meninggalkan Basindoda, meninggalkan lingkungan yang telah kami jelajah selama satu tahun bersama di Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.


semester pertama di Reguler B
Menunggu Ibu Yulianti Rasyid, S.Pd.

Menunggu Pak Prof. Hasanuddin WS, M.Hum.

Menunggu Pak Prof. Atmazaki
Ultah Ana Sehah
KBM: tetap kompak walau terpisahkan tenda yang berbeda
+ ultah Dewi Syafrina ^_^

ulang tahun Ferasilvia

Ultah Tati Rosnita Elvi

Lokal MKU baru

berbatik ria

Padang, 26 April 2012

Komentar

  1. keren wi
    :D
    jadi makin bangga dengan BASINDO
    Hidup Mahasiswa BASINDO!

    :D

    BalasHapus
  2. Hehe.. terima kasih, Do...

    yup, kita harus bangga tetapi kita tetap harus membuktikan kepada semua bahwa kita tidak patut untuk diremehkan!

    HIDUP MAHASISWA BASINDO!!!! ^_^

    BalasHapus
  3. Keren wi...
    :)
    Aku suka..
    Smangat demi Mencapai sgala Yang Terbaik..!!!!
    ^_^

    BalasHapus
  4. yup! makasih udah baca aniiiii.... ^_^

    BalasHapus
  5. Lha.. sama jga wii..
    Tak jrg org pun meremehkan jur.B.Ingg :(
    Kata seorang kawan, di FBS mudah mncari IP 4, huh!!

    BalasHapus
  6. haha... anggap aja seorang kawan itu mendoakan kita dimudahkan jalan untuk meraih IP 4 nia.. :D


    amiin.. ^_^

    BalasHapus
  7. mantabh Wii ^^
    lakukan yang terbaik demi Basindoda. .

    BalasHapus
  8. huah...
    kita harus tetap smangat..!
    jangan sampai kita terpuruk karena orang lain..
    smakin banyak orang yg merendahkan, maka kita harus smakin kuat..
    kita harus tetap FOKUS pada pilihan kita ini..!
    :)

    BalasHapus
  9. BETUUUULLLLL.... ^_^ HARUS SEMANGAT SAMPAI WISUDA... HEHE

    BalasHapus
  10. azieeehhhhhhhhhhhhhhhh.......................

    mantap.
    mantap.

    BalasHapus

Posting Komentar