Teringat masa kecilku kau peluk
dan kau manja
Indahnya saat itu buatku melambung
Disisimu terngiang hangat napas
segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi
serta harapanmu
Kau inginku menjadi yang terbaik
bagimu
Patuhi perintahmu jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan dalam
waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku
terbelenggu jatuh dan terinjak
Tuhan tolonglah sampaikan sejuta
sayangku untuknya
Ku terus berjanji tak kan khianati
pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya
ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi
semua maumu
Andaikan detik itu kan bergulir
kembali
Ku rindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku yang haus akan
kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang
pernah terlewati
*Ada
Band-Terbaik Untukmu
***
Pagi ini aku terbangun. Setelah menunaikan shalat subuh entah mengapa
pikiranku melayang ke rumahku di Bukittinggi. Terbayang ibu sedang bersiap-siap
mengajar, merapikan seragamnya (ah, aku lupa apa seragam ibu pada hari Sabtu).
Di ruang tamu, ayah sedang menikmati teh panas, di sela jari telunjuk dan jari
manisnya terdapat sebatang rokok. Ayah suka merokok sambil menatap ke luar,
menandakan beliau sedang menunggu. Menunggu ibu yang belum juga keluar dari
kamar. Rumah terasa sunyi. Aku rindu pulang….
***
Tentang masa kecil sebenarnya tidak banyak yang bisa kuingat. Hanya saja
ayah sering bercerita tentang masa kecilku. Ya, sepertinya ayah selalu ingat
apa saja kejadian saat aku dan kakakku kecil.
Aku, anak bungsu dari dua bersaudara. Kelahiran kakakku 23 tahun yang
lalu yang ternyata perempuan, membuat ayah menginginkan anak laki-laki setelah
itu. Saat aku memulai kehidupan di dalam rahim ibu, ayah sudah mempersiapkan
nama untukku. Nama laki-laki tentunya. Calon namaku adalah “Ari”. Namun
ternyata pada hari Sabtu, 20 November 1993 aku lahir. Perempuan. Doa ayahku
tidak terkabul.
Saat ayah bercerita tentang nama laki-laki ini, aku pun bertanya,
“Kenapa aku tidak tetap diberi nama Ari saja?” Kupikir ada kok perempuan yang
bernama Ari.
“Ah, tidak lazim untuk nama perempuan,” jawab ayahku saat itu.
Maka sebuah nama pun disematkan padaku, Dewi Syafrina.
Saat itu aku lahir dengan kepala yang tidak berambut. Berbeda dengan
kakakku yang saat lahir ke dunia, kepalanya sudah ditumbuhi rambut. Ayah
tertawa saat menyebut ketika terlahir aku gundul. Maka ketika rambutku sudah
tumbuh panjang, ibu mengusapkan minyak kemiri pada rambutku setiap hari.
Rambutku yang semula tipis menjadi tebal.
Setelah aku meninggalkan masa-masa bayiku, kami berempat sering pergi
jalan-jalan ke Jam Gadang. Sebelum sampai di Taman Jam Gadang, kami sering
berhenti di suatu tempat. Tempat itu seperti perbukitan rendah yang ditumbuhi
oleh rumput. Bagi yang sudah pernah ke Bukittinggi mungkin pernah melihat
‘perbukitan’ itu yang sekarang sudah berubah menjadi Taman Monumen Bung Hatta
(tahu kan? ^_^).
Aku menyebut perbukitan itu “gunung”. Maka saat aku meminta untuk pergi
ke gunung, ayah sudah tahu maksudku. Kami pun naik ke atasnya dan duduk di sana
sambil menghadap ke jalan raya, memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang.
Setiba di Jam Gadang aku sering minta dibelikan balon yang bisa berbunyi itu.
Aku menyebutnya “balon oek-oek”.
Jika sudah puas bermain, kami pun pulang. Biasanya, kata ayahku, aku
mengeluh kecapekan. Maka ayah akan memposisikan aku di atas pundaknya dan
kakiku akan terjuntai di dekat wajahnya. Haha, saat itu aku bisa melihat lebih
tinggi dan itu membuatku ketagihan digendong di atas pundaknya. Tubuhku
bergoyang-goyang seirama dengan gerakan tubuh ayah.
Hh…masa kecil yang tak terlupakan walau sebenarnya aku tak ingat….
***
Umurku sudah 5 tahun. Melihat kakakku bersekolah, aku juga ingin. Maka
pada umur yang belum semestinya, aku didaftarkan ke TK Bhayangkari di dekat
rumah. Saat itu masalah mulai datang dan membuat ayahku pusing. Ayah selalu
mengantarkan aku ke TK sebelum beliau berangkat bekerja. Namun saat ayah
meninggalkan aku, aku menangis sejadi-jadinya. Kejadian itu berlangsung
berkali-kali sampai ayahku menyerah dan mengatakan sesuatu pada guruku, “Bu, mungkin
belum saatnya dia sekolah. Lebih baik tahun depan saja dia masuk lagi.”
Namun Kepala TK Bhayangkari membujuk ayahku agar aku tetap bersekolah di
sana, “Tidak apa-apa, Pak. Lama-lama dia akan terbiasa. Biar kami yang
menenangkannya.”
Maka pagi itu ayah pergi bekerja dan aku terus menangis di pangkuan guru
TK-ku.
Ayah sebenarnya juga cemas saat meninggalkanku sampai akhirnya suatu
pagi saat aku turun dari vespanya, teman TK-ku menghampiriku. Namanya Teta,
tubuhnya gendut dan tentu saja lebih besar dari tubuhku. Entah dapat inisiatif
dari siapa, aku memanggilnya “kakak”, mungkin karena faktor ukuran tubuh tadi.
Namun ayah melarangku memanggilnya kakak.
Nah, saat ayah juga bertemu dengan Teta pagi itu dan melihat keakrabanku
dengan Teta, ayah mengamanahkan Teta untuk menjagaku. Sebagai imbalannya ayah
sering membelikannya kue. Haha, tiba-tiba saja sejak saat itu aku mendapat body
guard. Dia selalu ada di sampingku. Saat aku bermain ayunan dia akan
mempersilakan aku duduk dan dia akan mengayunkan. Jika tidak ada ayunan yang
kosong, maka Teta akan menyuruh anak yang ada di ayunan itu pergi agar aku bisa
bermain ayunan.
Hhh… lucu sekali. Tapi sekarang entah ada di mana dia. Sudah lama aku
mencari informasi tentang dia tetapi tetap tak kutemukan dia.
Sepulang dari TK, biasanya aku akan di antar ke tempat nenek karena
ibuku masih di sekolah. Dalam perjalanan ke sana, biasanya kami berhenti dulu
di sebuah toko kue dan membeli beberapa kue. Ayah tidak pernah melarangku
membeli ini-itu. Ayah malah membebaskan aku memilih. Saat aku memilih satu kue,
ayah akan bertanya, “A lai?” [(mau beli) apa lagi?]
Mendengar kalimat itu aku tahu berarti aku diizinkan untuk membeli dua
kue. Saat aku mengambil kue kedua, ayah kembali berkata, “A lai?”
Aku ketagihan, maka kuambil kue ketiga, setelah itu kata-kata ayah tetap
sama. Begitu seterusnya sampai aku bingung kue apa lagi yang akan diambil. Saat
bercerita tentang ini ayah mengatakan padaku, itulah bedanya aku dengan
kakakku. Saat kakakku TK dulu, kakakku hanya akan menggeleng saat ditanya “A
lai?” ketika membeli kue. Sedangkan aku malah terus mengambil kue sampai
aku bingung apa lagi yang mau dibeli.
Saat itu ayah memang membebaskan aku membeli apa saja karena ayah tahu
setelah bosan aku tidak akan membelinya. Nah, berbicara tentang makanan kecil,
ada satu makanan kecil yang membuat aku kapok dan tidak ingin lagi membelinya.
Sudah masuk black list istilahnya, hehe…^_^.
Makanan itu bermerek “Nyam-Nyam”. Tahu kan? Itu lho makanannya
terbungkus dalam suatu tempat berbentuk gelas. Di dalamnya ada kue
panjang-panjang seperti korek api dan terdapat coklat tempat mencelupkan
kue-kue tadi. Di rumah nenek, aku memakan kue itu dengan begitu nikmat. Namun
tak lama setelah itu, kerjaku hanya bolak-balik ke WC. Ah, diduga aku diare gara-gara
makan Nyam-Nyam. Aku kapok.
***
Ayah juga pernah bercerita padaku, saat aku masih kecil ayah sering
berkata, “Ndeh, bilo lah ka gadang si Dewi ko ko. Ketek ka ketek se taruih,”.
Waktu pun menjawab pertanyaan ayah. Aku masuk SD Negeri 04 Birugo tempat
kakakku bersekolah. Juga berada di dekat rumah dan tidak jauh dari TK
Bhayangkari-ku. Aku tamat dari SD dengan NEM 42 koma sekian-sekian.
Setelah itu aku mendaftar ke SMP Negeri 2, juga tempat kakakku
bersekolah. Di SMP aku cukup berprestasi dan saat itu jugalah aku mendapat
pengakuan dari ayah bahwa beliau bangga
karena prestasi yang aku raih.
Saat aku kelas VII semester 1 aku tidak masuk tiga besar dan itu berarti
ayah tidak akan maju untuk mengambil hadiah juara. Saat itu pengumuman juara
dilakukan di pekarangan sekolah. Ketika semester II aku berhasil meraih
rangking 2 dan ayah maju menuju sumber suara dengan senyum sumringahnya.
Di rumah, ayah pun mengatakan, “Sanang hati apa waktu maju ka muko
tu. Lain lo taraso sanangnyo. Bangga apa dek nyo. Apo lai kawan-kawan apa
banyak di situ.”
Itulah mengakuan ayah yang membuat hatiku bergetar. Sejak saat aku lebih
giat belajar agar ayah selalu berkesempatan mengambil hadiah juaraku. Ayah juga
bangga karena aku dipuji oleh teman-temannya. Ya, karena SMP N 2 berada di
Tarok Dipo dan itu berarti dekat dengan tempat kerja ayahku maka teman-teman
ayahku yang anaknya juga di sana turut menyaksikan ayahku maju mengambil
hadiah.
(Catatan: Inilah satu-satunya sekolahku yang jauh dari rumah)
Tamat SMP, aku mendaftar di SMA Negeri 2 Bukittinggi, juga tempat kakakku
dulu bersekolah. Kali ini kembali aku bersekolah di dekat rumah. Saat itu
kakakku sudah memasuki semester 1 di UNP. Saat itu pula, aku mendengarkan
harapan besar ayah bahwa aku harus lulus PMDK seperti kakak. Harapan itu yang
selalu kupegang sampai akhirnya di kelas XII aku termasuk siswa yang berkesempatan
mendaftar PMDK. Aku memilih jurusan Bahasa Indonesia, Biologi, dan Fisika.
Semuanya prodi pendidikan. Aku akan meneruskan jasa ibu menjadi seorang guru.
Tanggal 17 Mei 2011, pengumuman SNMPTN Undangan (dulu dinamakan PMDK)
aku berharap aku lulus. Di jurusan mana pun, yang penting aku lulus. Aku tidak ingin
mengecewakan ayah. Maka saat aku melihat pengumuman di warnet dan aku lulus,
aku meniatkan dalam diriku, “Saat pulang dari warnet ini, ayah pasti menantiku
di depan pintu, saat itu juga aku harus memeluk ayah dan bilang, “PA, AKU
LULUS!!!”
Setiba di rumah aku memang melakukannya dan itulah pertama kalinya aku
memeluk beliau saat aku sudah beranjak remaja.
***
Sekarang aku sedang menuntut ilmu di Universitas Negeri Padang Prodi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. Di sinilah aku bergelut
dengan bahasa dan mengasah kemampuanku dalam berkarya. Suatu kali puisi dan
resensi yang kutulis diterbitkan di Singgalang. Tak terhingga bangganya aku
mengabarkan ini pada ayah. Aku pun bahagia melihat ayah dengan seksama membaca
karyaku saat aku pulang waktu itu.
***
Ayah….
Saat aku kecil kau berharap aku cepat tumbuh besar.
Sudah terkabul.
Saat aku remaja kau berharap aku berprestasi.
Juga sudah terkabul.
Saat aku lulus SMA kau berharap aku lulus PMDK.
Sudah terkabul pula.
Saat aku kuliah kini apa harapanmu, Ayah?
Berilah aku nasihat, sampaikanlah harapanmu
Maka aku akan bertekad mengabulkannya
jika Tuhan mengizinkan.
***
Padang,
12 Mei 2012
::
Rindupulang ::
*Kubayangkan
ayah sekarang sedang duduk di depan toko DUTA SARANA.
Ia merokok sambil
menatap ke jalanan
pertanda ia sedang menunggu, menunggu pembeli datang*
[06.30-08.30 WIB]
[06.30-08.30 WIB]
“SELAMAT
ULANG TAHUN, PA!!!”
^_^
(5 MEI)
ayah mengajarkan kita tentang kehidupan, dan ibu melengkapinya dengan mengajarkan kita arti kasih sayang di dunia ini :)
BalasHapusmereka saling melengkapi :)
jadi kangen papa baca tulisan ini :3
azieeeeh...................
BalasHapussaya suka, saya suka.
happy birtday deh buat ayahnya dedew.............
hahha.. makasih willy... :D
BalasHapus