![]() |
Buku apa yang ingin kamu baca berulang kali? |
Banyak cara bercengkerama dengan bayi, seperti bercerita,
bernyanyi, mengaji, ataupun membacakan buku. Cara yang terakhir inilah yang kadang
kala sulit aku kerjakan. Membacakan buku cerita untuk si janin ternyata tidak
gampang. Apa susahnya tinggal membacakan
saja dengan suara lantang? Ternyata, yang membuatku kesulitan adalah melawan rasa
malas. Haha.
Aku harus memilih buku cerita yang tipis dan yang ingin aku baca untuk kedua kalinya.
Janin dapat mendengar dengan jelas pada usia 24 minggu. Lantaa, aku bertekad membacakannya buku cerita pada usia itu. Karena yang kuhadapi
adalah rasa malasku sendiri, aku harus memilih buku yang tidak membuatku bosan.
Akhirnya aku memilih buku cerita yang tipis dan yang memang ingin aku baca
untuk kedua kalinya. Membaca buku untuk kedua kalinya jarang kulakukan. Namun,
akhirnya aku menemukan dua buku yang aku sendiri rela menghabiskan waktuku
untuk membacanya kembali. Buku apa saja itu?
Le Petit Prince karya Antoine de Saint-Exupéry
![]() |
Le Petit Prince: Pangeran Cilik |
Buku ini terbilang tipis karena hanya terdiri atas 119
halaman. Namun, kisah yang diceritakan Saint-Exupéry lebih ‘tebal’ dari itu dan
memunculkan interpretasi yang berbeda-beda atau bahkan berkembang saat
membacanya lebih dari satu kali.
Berdasarkan label yang tertera di sampul belakangnya, buku
ini untuk anak usia 12 tahun ke atas. Dan
aku membacanya pertama kali pada usia 26 tahun. Pada awalnya aku masih
tidak paham saat membaca buku ini. Aku memang tidak terbiasa membaca buku
terjemahan, sih. Jadi, aku pun masih beradaptasi atau bahkan memaksakan diri
untuk menuntaskan buku ini.
Aku punya alasan konyol saat membeli buku ini—aku pun sudah
menceritakannya sekilas di tulisanku sebelumnya. Aku terobsesi ingin membaca Le Petit Prince hanya karena ini
merupakan novel pertama yang dibaca oleh Abinaya Ghina Jamela—seorang penulis
cilik yang bertalenta—saat ia berusia lima tahun. Lima tahun! Usia yang sangat
dini untuk membaca buku ‘berat’ ini kukira. Karena itu aku semakin penasaran
untuk membacanya—dan memilikinya juga agar nanti anakku turut membaca karya
fenomenal ini.
Jadi, novel ini bercerita tentang apa?
Seorang bocah, yang kemudian dinamai Pangeran Cilik oleh si
pencerita (“Aku”), mendarat di bumi setelah meninggalkan planet tempat
tinggalnya. Pangeran Cilik meminta si Aku membuatkan gambar domba dan dari
sanalah perkenalan mereka bermula.
Pangeran Cilik kemudian menceritakan kisah hidupnya.
Bagaimana cara ia merawat planetnya yang kecil; kisahnya saat merawat bunga
mawar; keputusannya meninggalkan planet dan berkelana. Saat ia berkelana, ia
bertemu dengan bermacam orang dewasa di planet yang berbeda-beda: seorang raja;
seorang sombong; seorang pemabuk; seorang pengusaha; seorang penyulut lentera;
seorang ahli ilmu bumi.
Aku menyukai kisah saat Pangeran Cilik bertemu dengan para
orang dewasa ini. Pada setiap pertemuannya memunculkan sentilan-sentilan bahwa
orang dewasa memiliki tabiat aneh yang sering kita jumpai pula di kehidupan
nyata—atau dalam diri kita sendiri. Dan ketika Pangeran Cilik bertemu dengan
mereka, lihatlah bagaimana seorang bocah bahkan lebih pintar dari orang dewasa.
“Orang-orang dewasa amat ganjil,” pikir Pangeran Cilik selama berjalan pergi (hlm. 48)
Aku sempat mengikuti Bincang
Buku Le Petit Prince untuk lebih memahami isi buku ini. Acara itu diadakan
oleh Read Aloud Yuk pada 29 Agustus 2021
dan menghadirkan Ibu Ihdinal HT yang merupakan lulusan Sastra Prancis dan
dimoderatori oleh Ibu Roosie Setiawan—aktivits Read-Aloud Indonesia. Dari acara
itu aku mendapatkan interpretasi baru tentang buku ini, termasuk dalam aspek
tokoh, latar, dan konflik yang muncul dalam cerita serta nilai-nilai yang
tersirat di dalamnya. Aku akan menceritakan hasil perbincangan tersebut
sesingkat mungkin.
Dalam Le Petit Prince muncul
banyak tokoh yang membawa nilai filosofis tersendiri. Selain si Aku sebagai
pencerita dan Pangeran Cilik, ada orang dewasa dengan berbagai profesi dan
sifat; setangkai bunga mawar; seekor rubah; seekor ular. Selain itu, juga
muncul benda mati lainnya yang sering disebut-sebut oleh pangeran Cilik dan
muncul dalam ilustrasi, yaitu pohon baobab.
![]() |
Ilustrasi Pohon Baobab |
“… Kamu menjadi bertanggung jawab untuk selama-lamanya atas siapa yang telah kamu jinakkan. Kamu bertanggung jawab atas mawarmu…” (hlm. 88)
Dari seekor rubah, Pangeran Cilik pun menyadari bahwa jika
sudah menjinakkan–menciptakan pertalian—dengan sesuatu atau seseorang, hubungan
yang terjalin akan semakin bermakna; yang biasa menjadi luar biasa; akan muncul
ritual dan perasaan bahagia. Dan ia pun harus bertanggung jawab atas apa yang
telah ia jinakkan.
Itu merupakan interpretasi orang dewasa. Bagaimana jika buku
ini dibaca oleh anak-anak? Para peserta bincang buku saat itu sepakat bahwa
buku ini pun akan diinterpretasikan oleh anak-anak sesuai dengan usia dan
pengetahuan mereka. Ibu Anantya ‘membaca’ buku ini bersama anaknya yang masih
berusia 3 tahun. Beliau menemani si anak ‘membaca’ gambar yang ada dalam Le Petit Prince. Bisa saja kesenangan
anak dengan ilustrasi tersebut dapat menjadi daya tarik bagi anak untuk membaca
buku tersebut pada saat ia sudah bisa membaca nanti.
Bagi pembaca dewasa, buku ini dapat menjadi bahan refleksi
diri dan bahan interpretasi yang sangat luas. Sementara itu, bagi pembaca
anak-anak, cerita ini penuh dengan fantasi dan ilustrasi yang menarik untuk
dijadikan bahan cerita tersendiri. Pada intinya, buku ini dapat dibaca oleh
level pembaca yang berbeda-beda untuk menghasilkan interpretasi yang beragam.
Kisah Seekor Camar dan Kucing yang Mengajarinya Terbang karya Luis
Sepúlveda
Buku ini terbit kali pertama pada 1996. Kemudian pada 2020 Kisah Seekor Camar dan Kucing yang
Mengajarinya Terbang ini diterbitkan
oleh Marjin Kiri dan merupakan bagian dari Pustaka Mekar, yaitu seri buku
Marjin Kiri untuk pembaca muda (anak-anak dan remaja).
Dalam cerita ini muncul tokoh-tokoh lain yang menggemaskan,
yaitu para kucing pelabuhan yang berusaha membantu Zorbas menuntas janji-janjinya.
Kehadiran mereka menggambarkan kesetiaan dalam persahabatan para kucing yang
membuatku haru.
“… Masalah satu kucing di pelabuhan ini adalah masalah semua kucing di pelabuhan ini,” Kolonel mencanangkan dengan khidmat. (hlm. 24)
Selain itu, bagian yang menggelitik dari novel ini adalah
kritik mengenai tabiat manusia yang begitu kejam karena tidak bisa menjaga
lingkungan. Karena itu, melalui novel ini pembaca mendapati perasaan yang
campur aduk: haru, lucu, bahagia, prihatin, sekaligus malu.
“… Dan sekarang kita ucapkan selamat tinggal kepada camar ini, korban bencana yang disebabkan oleh manusia. Mari julurkan leher ke arah bulan dan meongkan lagu perpisahan kucing-kucing pelabuhan.” (hlm. 38)
Saat membaca Kisah Seekor
Camar dan Kucing yang Mengajarinya Terbang untuk kedua kalinya, aku tetap merasakan imajinasi yang sama.
Setiap aku membaca kalimat yang ditulis Luis Sepúlveda dalam buku ini, di
benakku seperti ada adegan film yang sedang diputar. Bagaimana bisa
kalimat-kalimatnya begitu hidup? Aku bisa memvisualisasi setiap gerakan tokoh
bahkan membayangkan cara dan mimik wajah para tokoh saat mereka saling
bercakap. Dan setiap ada Zorbas, di pikiranku muncul kucing gendut seperti
Garfield—hanya saja Zorbas berwarna hitam pekat.
Aku pikir dua buku tipis yang tidak ‘tipis’ ini sebaiknya
ada di rak buku anak-anak sebab kisahnya tidak akan lekang oleh usia dan waktu.
Kedua buku ini bisa dibaca atau dibacakan saat anak berusia berapa pun karena
seiring berkembangnya pengetahuan dasar anak,
maka berkembang pula interpretasi mereka terhadap bacaan dan tentu akan semakin
seru jika dijadikan bahan diskusi antara anak dan orang tua.
mantap luar biasa, bagus sangat bermanfaat, semoga banyak orang yang membaca sehingga menambah wawasan untuk orang tua. terima kasih Dewi Syafrina anakku, sehat selalu dan sukses bersama keluarga, sehat Affandi menantuku.
BalasHapusAamiin. Makasih banyak doa nya maaa..
HapusSehat selalu ama dan apa di bukittinggi. InsyaAllah kami segera pulang. Doakan kami ya maa..hehehe.
Wah, ak punya juga nih buku Le Petit Prince, tapi versi boardbook nya. Jadi saya melakukan interpretasi sendiri ketika baca buku ini sama anak. heheh. Tapi skrg jadi tau deh. Makasih ya mbak :)
BalasHapusMembacakan bayi di kandungan cerita dan mendengaran lagu konon bermanfaat ya kak. Beruntungnya kakak bisa membaca kan crita ke bayinya. sehat terus ya kak
BalasHapus